Ditho, sudah sampai kah...???
Ini pertanyaan Abang Goroh setelah kalimat "Wa'alikum salam warahmatullahi wabarakatuh".
Belum abang, ne masih di mobil. Soalnya dijemput mertua tadi di pelabuhan Bima, Abang. Jawab ditho.
Eehh... ke Tambora kita, Kalau sudah sampai bilang ya, biar nanti dijemput...!!!
Ini pertanyaan yang disuguhkan Abang Goroh, via telepon.
Nanti sebentar sampai rumah, saya minta ijin dulu sama istri n mertua ya bang. Jawab saya secara spontanitas karena belum ada kepastian untuk jalan atau tidak. Sebab saat itu, kami juga baru sampai Bima dan belum sempat sampai di rumah tetapi sudah diajak untuk mendaki gunung Tambora.
Mobil yang ditumpangi melaju dengan santai, menyusuri jalan trans nasional Kabupaten Bima. Sementara perasaan saya masih campur aduk, antara diijinkan mendaki gunung atau tidak. Sebab capek yang dirasa dan mabuk kapal laut yang sedikit membuat kepala oleng, menjadi alasan bagi istri saya berpikir 2 kali untuk bisa mengijinkan saya pergi mendaki gunung atau tidak.
Alhasil, sampai rumah mertua perasaan udah gag tenang. Hp gag pernah ditinggalkan setelah mengangkat barang-barang bawaan dari mobil. Wag group "Great Camp 2" selalu di pantengin hanya untuk melihat pergerakan orang-orang yang akan menuju piong (Jalur yang dipakai untuk menuju puncak Tambora). Istri saya sepertinya mengerti apa yang sedang saya risaukan. Sambil menatap wajah saya isteri mengatakan "Pergi dah kak, kalau mau". U...huuuu.... Bibir sedikit senyum dengan wajah yang penuh sumringah karena mendapatkan ijin, saya langsung bersemangat sambil berkata, "yakin ne syg, ijin saya pergi???"
Dalam hati, berbisik "Wah, ini benar-benar hari kemerdekaan".
Merdeka Itu, Ketika pengen naik gunung,. Istri ngasih ijin. 😀😀😀😀😀
#Merdeka...!!!
Tak menunggu respon lagi, tangan yang sedang memegang hp, langsung membalas WaG group dari Bang Kapten. Kebetulan juga Bang Kapten sedang menunggu panitia dan peserta yang lain di Halte Cabang Talabiu. "Bang, Sama siapa aja disitu, ayo dah, tunggu di rumah aja ne bang, biar kita barengan. Kebetulan juga saya gag ada tumpangan ne. Biar kita tunggu Abang Goroh n panitia yang lain di rumah". Balas saya melalui WaG.
Tak berselang lama, Bang Kapten bersama seorang temannya, Bang Adi namanya sampai di rumah. Ibu mertua dan istri saya yang sebenarnya harus santai sambil melepas kangen bersama anaknya malah menjadi repot hanya untuk membantu saya mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan pendakian (maafkan menantumu ini, ibu 🙏🙏🙏🙏). Sementara saya kesusahan, hanya untuk memikirkan apa-apa saja yang harus saya bawa dalam pendakian ini. Pakaian gunung gag dibawa, perlengkapan tidur gag dibawa, perlengkapan dokumentasi pun gag dibawa. Semua perlengkapan untuk ke gunung gag ada yang saya bawa. Jadi, cuma pakaian dibadan yang belum diganti sejak dari Riung, jacket n sepasang pakaian yang saya bawa untuk pendakian Gunung Tambora kali ini.
Bang kapten sama bang adi, lagi asik menikmati kopi ditemani oleh Bapak mertua. Sambil sesekali menanyakan ke saya, "goroh sama yang lainnya sudah dimana?", WaG sepi soalnya ne, ditho. Dari dalam kamar saya menjawab "sabar bang, mungkin lagi otw mereka itu, kalau gag respon di WaG". Padahal yang sebenarnya, saya berharap agak lama-lama abang Goroh n frente-frente star dari Kota Bima, soalnya saya lagi benar-benar sedang memikirkan tentang rasa dingin dipuncak Tambora, karena tidak ada perlengkapan tidur serta perlengkapan pribadi yang tidak memadai. Belum lagi memikirkan bagaimana cara mensiasati tubuh ketika hujan tiba-tiba turun dipuncak, sebab tubuh saya tidak bertahan dengan dingin akibat hujan (basah).
Wookkeehhhh bray.....
Cukup sampai disini dulu cerita awal "Gara-Gara Goroh" ini. Nanti kita lanjutkan di tulisan yang berikutnya tentang "Event The Great Camp of Tambora #2" dan kisah perjalanan, ya. 🙏🙏✌️✌️✌️✌️✌️
Komentar
Posting Komentar